Sabtu, 06 Januari 2007

AMBIL SI PENARI UNTUKKU TARIANNYA

Dzu Walayah membawaku mengembara.

Telah berulangkali kukunjungi tempat-tempat itu, namun bersamanya menjadi berubah cara berjalanku serta menjelma baru mata-pandangku.
Kuajukan kepadanya beribu-ribu pertanyaan seperti Ibrahim menggalah beribu-ribu bintang, kureguk jawaban-jawabannya yang mesra bagai anak kambing menyusu putting induknya.

Namun tentang satu hal, Dzu Walayah selalu menghindar, ialah tentang wihdatul wujud, Allah dengan hamba-Nya manunggal.
Tatkala kami duduk-duduk istirah di tepian pantai, ia meminta – “Ambil seciduk dua ciduk air samudera untukmu, sisakan ombaknya berikan kepadaku.”
Ketika di malam hari aku merasa kedinginan oleh hembusan angin yang amat kencang, ia lepaskan kain sarungnya dan berkata – “Pakailah ini untuk selimutmu, tapi helai-helai benangnya biarlah untukku.”

Dan ketika di lapangan pojok dusun itu bersama-sama kami menyaksikan acara tayuban yang riuh rendah oleh musik, teriakan dan birahi, Dzu Walayah menggamit pundakku – “Pergilah ambil penari itu untukmu, tapi terlebih dahulu berikan kepadaku tariannya.”
(Emha Ainun Nadjib/Padhang mBulan NetDok)