Lihat dan bacalah AlQur'an yang amat luar biasa itu, yang terbagi menjadi bagian-bagian, tetapi antara bagian-bagiannya itu saling merangkum, bagian yang satu merangkum bagian yang lain, bagian yang lain merangkum bagian yang satunya, bagian yang ini
mengandung bagian yang itu, demikian pula sebaliknya. Bagian-bagian yang tidak parsial, tidak sektoral. Bagiannya mengandung keseluruhannya, keseluruhannya mengandung bagian-bagiannya. Bagian-bagiannya adalah keseluruhannya, kemenyeluruhannya adalah bagian-bagiannya. Sungguh Allah tidak menggertak-sambal ketika ia menantang kaum Musyrikin, jika mereka ragu akan Al Qur'an (juga mungkin menantang keraguan yang kita Kaum Muslimin alarm sendiri), untuk membuat satu ayat saja yang semisal Al Qur'an.
Lihat dan bacalah Al Qur'an yang tiada suatu gejala kehidupan dan gejala sejarah pun yang tidak disebutnya, diperingatinya, serta dituntutnya untuk selamat. Ia sedemikian menyeluruh. Jadi sesungguhnya apa yang saya tulis ini sekedar, dengan segala keterbatasan, semacam menjilat amat sedikit rasa asin dari samudera.
Surat Al-Baqoroh biasa juga disebut sebagai Fusthaathul-Qur'an, puncak Bacaan Agung, karena secara eksplisit pokok tuntutan syariat : yakni perintah-perintah yang menyangkut rukun Islam, Qishash, furgon yang memilahkan hal-hal yang halal dan haram, aturan-aturan tertentu dalam perhubungan ekonomi, perkawinan dan kekeluargaan, bukan sampai soal anak yatim, perang dan sihir.
Tuntunan tersurat ini menjadi alasan yang membuat 'Sapi Betina' ini menjadi puncak Al Qur'an, dan dalam pandangan kita sering dikatakan bahwa surat-surat lain tak mengandungnya. Apa yang terjadi sesungguhnya ialah bahwa Al-Bagoroh menyodorkan kepada kita paket-paket hukum tertentu, sedangkan dalam surat-surat lain banyak bisa dijumpai filsafat dan hakekatnya. jika kita bersedia melihat tuntunan-tuntunan itu tidak terutama sebagai dogma, melainkan sebagai anugerah Allah yang tetap mengandung rahasia, maka latar filsafat dan hakekat di balik setiap aturan tersebut juga selalu bisa kita temui tidak usah di surat lain. Umpamanya pada ayat 276 Allah menjamin akan memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dewasa ini watak perekonomian di sekitar kita penuh nilai riba dan kita mungkin saja secara sistemik memiliki keterlibatan di dalamnya. Seringkali kita lantas menyaksikan pemandangan ekonomi yang membikin kita sedikit patah hati terhadap jaminan Allah itu,
dan barangkali diam-diam kita tengah menuju kearah berkurangnya keyakinan kita terhadap statemen Allah. Dalam situasi seperti ini kita harus tetap berikhtiar menguak rahasia pemyataan Allah itu.
Sebutlah barangkali kita-kita yang belum menyesuaikan diri dengan konsep Allah tentang kesuburan sehubungan dengan Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Kite 'bingung' berada di tengah kehidupan mana "yang tak jujur makmur, yang jujur terkubur". Dalam fase proses 'kebingungan' itu Allah langsung menyodorkan ayat berikutnya (277): bahwa yang (benar-benar) beriman, beramal sholeh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, akan mendapat pahala di sisi Tuhannya. Langsung pula Allah melipur
hati kita: Tak ada kekhawatiran kepada mereka dan tak pula mereka bersedih hati. Artinya, jika masih juga bingung dan nelangsa, hendaknya ia mempertanyakan kembali imannya, amal-sholehnya,sembahyang dan zakatnya. Yakni kesetiaan dan stamina intensitas amal-amal baiknya itu.(bersambung)
(Emha Ainun Nadjib/"Nasionalisme Muhammad - Islam Menyongsong Masa Depan"/SIPRESS/1995/PadhangmBulanNetDok)
Emas dan Tanah
6 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar