Puisi ini oleh penyairnya sengaja agak digelap-gelapkan, dengan alasan yang sangat gampang dipahami: yakni karena temanya adalah harimau, dan harimau itu di era sejarah kapan pun insya Allah selalu menakutkan
Kalau kepergok harimau, manusia selalu bersegera lari dan melingkar-lingkar mencari keselamatan. Maka demikian pulalah puisi ini. Untunglah menurut para Suhu, lari ketika ada musuh adalah jurus kependekaran yang tertinggi
Apalagi penyair puisi ini juga tahu persis bahwa akhir-akhir ini setiap orang diam-diam merasakan dalam kegelapan batinnya bahwa harimau bukan saja menakutkan: lebih dari itu perilakunya sudah sampai pada taraf mengerikan
Terutama karena di zaman kemajuan ini harimau memiliki kecanggihan bukan saja dalam memegang pentungan atau menembakkan senapan, tapi juga piawai mengoperasikan washing machine di mana jutaan gumpalan otak manusia dijejal-jejalkan di dalamnya
Akan tetapi penyair kita ini tetap dengan penuh kesadaran menggelapkan puisi ini, sebab meskipun harimau itu tuli telinganya, tapi matanya sedemikian tajam melebihi ketajaman mata setan yang menginteli kegiatan para malaikat. Dan berkat kekalahan tajamnya mata itulah maka masyarakat setan sekarang kehilangan reputasi, bahkan kehabisan lahan untuk peran-perannya yang kini telah digantikan dan dimonopoli
Penyair kita memohon agar kita membawa pulang puisinya secara diam-diam dan menyembunyikannya di balik jaket, kemudian ia menyarankan agar kita upayakan aroma puisi itu jangan sampai tercium oleh indra hidung harimau yang kepekaannya sudah termasyhur di seantero nusantara. Sebab kalau tidak, jaket dan badan kita akan dirobek-robek oleh kukunya, minimal dilarang untuk kita pakai, kecuali jika kita bersedia menyediakan prosentase saham untuk memperdagangkan aroma itu
Namun dengan semua ini jangan menyangka bahwa penyair itu maupun kita semua merupakan musuh harimau, sebab telah menjadi pengetahuan kita bersama bahwa harimau adalah sahabat kita, yang membuatkan kita jembatan dan memperbaiki jalan, bahwa harimau itu berasal dari kita dan untuk kita, bahwa harimau itu telah manunggal dengan kita semua
Hanya saja ・ini penyair kita selalu terbodoh-bodoh untuk bisa mengerti ・persahabatan dan permusuhan yang dimaksudkan oleh harimau berbeda dengan yang digagas oleh penyair. Penyair umumnya romantis dan cengeng. Ia memandang persahabatan secara sentimentil dan selalu melebih-lebihkan permusuhan. bagi sang harimau, penyair itu anak kecil yang belum memahami hal-hal yang paling remeh pun dari kehidupan. Sehingga kaau sedikit saja si penyair atau kita semua berpikiran atau apalagi berperilaku tidak sesuai dengan kehendak sang harimau, maka wajib dididik, misalnya dengan cara menempelkan plaster di multunya atau satu tendangan ringan di pantatnya
Memang dulu kita ambil anak harimau itu dari tengah hutan lebat, kita gendong, kita sayang-sayang, kita kasih makan dan minum, kita bikinkan kandang, kita suburkan badannya dan kita panjangkan kuku-kukunya, dengan biaya yang sangat mahal dan kesantunan yangtinggi derajatnya. Tujuan kita adalah agar ia menjaga kita, memelihara ketenteraman hati dan keamanan rumah kita, dari ancaman-ancaman yang misalnya datang dari tetangga, dari masyarakat Jin atau Iblis
Harimau itu bertumbuh menjadi makhluk yang sakti dalam hal pengamanan, serta canggih dalam hal mengatasi ancaman. Sedemikian rupa sehingga ia tidak memiliki pengetahuan lain kecuali yang menyangkut keamanan. Dan karena kemudian ternyata dari tetangga maupun dari masyarakat Jin dan Iblis tidak ada ancaman apa pun yangdatang, maka perlahan-lahan si penyair dan kita semualah yang dianggap merupakan ancaman
Sebabnya adalah bahwa harimau akan kehilangan peran dan lapangan pekerjaan jika tidak ada ancaman, dan akibatnya adalah si penyair dan kita semua yang akhirnya dimasukkan ke dalam kandang
1994
(Emha Ainun Nadjib/"Doa Mohon Kutukan"/Risalah Gusti/1995/PadhangmBulanNetDok)
Emas dan Tanah
6 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar