Kamis, 02 Juli 2009

Sedang Tuhanpun Berbagi (iv)

Sejauh saya mengerti, yang menjadi pokok soal dalam Islam ialah bagaimana kekayaan diperoleh dan bagaimana derita kemiskinan sampai diperoleh. Yang diajarkan oleh Islam bukanlah 'kaya' atau 'miskin', melainkan sikap terhadap kekayaan dan kemiskinan.
Termasuk juga sikap terhadap kemunkaran sistem yang mengatur adil tidaknya harta a-lam ini dibagi kepada manusia.
Sikap tersebut tak lain adalah bagian dari spiritualitas. Bagian lain dari spiritualitas ialah panggraita, meraba lebih dalam terhadap ada tidaknya nasib.
Lihatlah kartu domino. Kartu-kartu sudah tertentu. Berbagai kernungkinan permainan juga bisa dipelajari. Namun persoalan pembagian kartu, kapasitas manusia hanya mengocoknya. Silahkan lakukan seratus atau seribu kocokan, tapi Anda tidak bisa menentukan apa dan bagaimana kartu Anda. Anda tidak bisa menjamin bahwa Anda akan bebas clan balak-6.
Ada faktor X, peranan lain di Mar diri manusia yang dikandung oleh permainan domino.
Atau sepakbola. Silahkan bikin coaching yang canggili. Dad ketrampilan individu sampai pola permaman. Namun coba gambarlah garis larinya bola selama 90 menit. Anda sama sekali tidak akan pemah bisa merancang bagaimana gambar itu. Di saat lain Anda hanya
bilang 'bola itu bundar".
Ada faktor X, peranan lain di luar diri manusia yang dikandung oleh permainan sepakbola.
Tentu saja tidak analog bahwa sistem perekonomian yang kita anut dewasa ini sama dengan kocokan domino. Namun yang penting peranan manusia itu terbatas sampai titik tertentu.
Kita tidak bisa menjamin 100% bahwa besok pagi kita masih hidup. Sekian persen jaminan itu tidak berada ditangan kita. Kita hanya bisa mengusahakan kesehatan dan ketertiban hidup, namun bukan penolakan atas maut seperti yang kita rindukan setiap hari.
Di sisi kita, Allah berbagi. Allah menentukan batas fungsiNya sendiri dalam kehidupan manusia. Kehidupan jangan diserahkan 100% kepadaNya, jangan pula 100% pada diri kita sendiri. Namun itu persoalannya yang bikin hidup kita mudah karib dengan tuyul.

(selesai)

Yogya. 28 Oktober 1989
(Emha Ainun Nadjib/"Nasionalisme Muhammad - Islam Menyongsong Masa Depan"/Sipress/1995/PadhangmBulanNetDok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar