Rabu, 30 Desember 2009

Teokrasi Islam Sebagai Persoalan Ilmu dan Sebagai Persoalan Politik

Ijtihad Khilafah ke Tajribah/Amaliah
Padi rnenjadi beras menjadi nasi.
Dari Tafsir ke ilmu menuju ke ideologi membentuk sisemisasi dan strukturisasi
Fenomena-fenomena dinamis (dinamika ijtihad/ pencarian/kreativitas ilmu dan peradaban manusia): Daulah - Qaryah - Baldah - Negara atau formula republik, kerajaan serta model penerapan kedaulatan yang lain.

Sejumlah Proyeksi
Skema konsep khilafah di atas adalah "sumur" yang sesungguhnya bisa ditimba untuk berbagai keperluan, kepentingan sehingga penguraian maknanya bisa merupakan rakitan yang berbeda-beda sesuai dengan konteks yang diperlukan.
Untuk kebutuhan tema yang kita bicarakan dalam forum ini, barangkali beberapa proyeksi di bawah ini perlu untuk kita ketahui bersama:

Moralitas Khilafah
Allah atau apapun Ia disebut, merupakan asal muasal segala eksistensi, segala wujud, segala kedaulatan, segala kasih sayang, segala kesantunan dan kepengasuhan. Kehidupan segala makhluk secara kosmologis (dan karena itu akhirnya secara filosofis dan teologis) tidak punya kemungkinan lain kecuali mengacu kembali kepadaNya (ilaihi roji'un).
Manusia tidak sanggup dan tidak pemah menciptakan atau mengadakan dirinya sendiri. Manusia tidak pernah menyelenggarakan eksistensinya atau "perpindahannya dare tiada menuju ada". Manusia hanya effek, atau produk, atau hasil karya dari inisiatif agung Penciptanya.
Oleh karena itu adalah suatu kebenaran ilmiah bahwa manusia tidak pernah memiliki sesuatu, melainkan hanya dipinjami sesuatu, diwarisi sesuatu, dalam batas dan penjatahan yang ditentukan oiehNya.
Jika kita berbicara tentang konsep pemilikan kedaulatan atau pemilikan alarm misainya: itulah ilmu dan realitas hakikinya. Hanya Allah "Tuan Tanah Sejati", dan hakNya absolut untuk itu semua. Juga hanya Ia "Raja Sejati", dan raja-raja yang lain hanya berkedaulatan relatif dan pinjaman.
Hak dan kewajiban manusia dalam mengelola perwarisan itu disebut khilafah, yang diterapkan dalam etos ijtihad, tajribah dan atau amaliah.
Keda-ulatan atau kekuasaan atau hak kepemimpinan tidak dimandatkan oleh Allah kepada manusia secara berdiri sendiri (ilah, malik), melainkan besertaan dengan pemandatan kasih sayang, kepengasuhan dan kesantunan (rabb, rahrnan, rahim).
Adapun kekuatan, kegagahan dan keperkasaanNya ('aziz, jabbar, mutakabbir) pun dimandatkan kepada manusia dengan perimbangan sifat-sifat terpercaya, menenteramkan, mengamankan, menjamin pemenuhan janji (qudus, salam, mu'min, muhaimin).
Bahkan kepenciptaan atau kreativitas Allah dipinjamkan secara terbatas beriringan dengan kesediaan menata, memproporsikan, mengorganisasikan, mensistemisasikan, serta menyempumakannya dengan keindahan (khaliq, bari', mushawwir) (bahasa Jawanya: mamayu hayuning bhawana).
Keseluruhan proses penyelenggaraan khilafiah itu berakar pada watak 'alim-ul ghaib. Ini merupakan informasi tentang keterbatasan manusia. Merupakan dorongan untuk keajegan menc2ri ilmu. Merupakan anjuran agar berenda_h hati. Merupakan kritik atau pengingat agar para mandataris kedaulatanNya tidak terjebak oleh "tuhan dunia" yang wadag.
Akar yang lain adalah watak rahman ("cinta pribadi", kasih Allah sebagai diriNya sendiri yang "berjarak" dengan manusia: konsep ahad) dalam posisi berimbang dengan watak rahim ("cinta universal", kasih Allah dalam konteks penyatuan, kemenyatuan dan kebersatuanNya dengan manusia) (: konsepsi wahid, yakni yang ditempuh manusia melalui proses tauhid yakni mengarahkan dirinya, kenendaknya, perllaku pnbadmya, pilihan sistem nilai sosialnya, hukum kemasyarakatan dan kenegaraannya, agar menyatu, sama dan searah dengan kehendak Allah).
(bersambung)
(Emha Ainun Nadjib/ "Nasionalisme Muhammad" - Islam Menyongsong Masa Depan / Sipress / 1995 / PadhangmBulanNetDok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar