Mohon jangan salah sangka, ungkapan tentang Supremasi Keselarasan itu tadi sekedar titipan salah satu kado kepada Gatra dari guru saya, seorang Kiai yang bernama Kiai Alhamdulillah. Saya sekedar mentranskrip dan menyampaikan amanat itu kepada Gatra. Siapakah gerangan Kiai Alhamdulillah itu? Apa saudaranya Kiai Astaghfirullah, Kiai Subhanallah dan Kiai Masyaallah?
Ceritanya begini. Gatra saya kenal sejak ia lahir, 19 November 15 tahun silam. Saya juga mengenal orang-orang Gatra jauh sebelum Gatra lahir.
Tetapi semua itu pasti itu tidak membuat saya memiliki kompetensi ilmu, kredibilitas professional atau kepatutan budaya untuk berdiri di sini.
Saya merasa bahwa yang menjerumuskan Gatra agar tersesat menyuruh saya berpidato kebudayaan malam ini adalah 'sekedar' nilai persaudaraan dan kemanusiaan. Alhasil, sebenarnya saya kurang percaya diri menjalankan penugasan dari Gatra ini, sehingga saya memerlukan datang kepada Kiai Alhamdulillah untuk berkonsultasi, meminta restu, syukur ditiup-tiupkan kekuatan ke ubun-ubun saya.
Ternyata beliau memang sudah menyiapkan kado untuk Gatra. Begitu saya di terima, beliau langsung menyeret saya, didudukan di kursi, kemudian beliau omong panjang tentang Supremasi Keselarasan itu.
"Tolong disampaikan kepada Gatra sebagai kado dari saya" kata beliau.
Meskipun saya sangat bergembira karena dipercaya untuk menyampaikan titipan kado itu, sebenarnya saya tidak paham-paham amat isinya. Saya merespon sekedarnya, "Tapi isinya kok penuh pesimisme, Kiai?"
Beliau menjawab, "Alhamdulillah kado saya ini tidak ada hubungannya dengan pesimisme atau optimisme. Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang menjalani hidup dengan tangguh tanpa terganggu oleh kecengengan yang bernama pesimisme atau optimisme..."
"Aduh saya kurang paham, Kiai", saya menyela.
"Alhamdulillah tidak masalah, tidak paham itu tidak dosa. Yang penting kau sampaikan saja kepada Gatra bahwa ulang tahunnya hari ini adalah ulang tahun yang sangat indah. Gatra berulang tahun tatkala kita semua sedang berada pada momentum zaman yang sangat menggairahkan. Terutama berkaitan dengan akan segera datangnya saat dimana Indonesia akan mengejutkan dunia. Dunia akan tampil dengan keindahan peradaban baru di bawah kepemimpinan Indonesia"
"Wah, optimis ya Kiai?" saya menyela lagi.
"Kamu cengeng" jawab Pak Kiai, "Watakmu kurang Indonesia. Orang Indonesia asli itu watak utamanya adalah nekad dan tidak perduli"
"Maksud saya, saya senang mendengar pernyataan Kiai yang terakhir tentang bangkitnya Indonesia..."
"Hari-hari ini tanda-tandanya mulai muncul dari berbagai arah" Kiai Alhamdulillah melanjutkan, "perhatikan dahsyatnya kepemimpinan negaramu sekarang ini, amati mozaik penuh cahaya kebudayaan, kejujuran dan kelihaian manusia dan bangsanya, riuh rendah estetika demokrasinya, sebaran delapan penjuru angin pendidikan informasi persnya,
progressifitas persekolahan dan kependidikannya, cakrawala amat luas cara pemelukan keagamaannya, kerendahan hati olahraganya, sopan santun pariwisatanya, serta yang utama tak terbendungnya fenomenologi pemikiran-pemikiran baru yang semakin maju melampaui garda-garda post modernisme. Akumulasi dari seluruh pergerakan dari sejarah dari nusantara itu akan tak bisa dielakan oleh semua masyarakat dunia bahwa
Indonesia segera akan memimpin lahirnya peradaban baru dunia....."
"Maaf ya Pak Kiai, tadi kata sampeyan Hukum dan Keadilan mustahil ditegakkan, karena yang berlangsung selalu adalah Supremasi Keselarasan.
Bagaimana mungkin dengan kondisi itu Indonesia bangkit memimpin dunia?"
"Jangan kawatir, nak" jawab beliau, "/Yaumul Qiyamat/ pasti tiba. /Yaum/ itu Hari, /Qiyamat/ itu Kebangkitan. Hari Kebangkitan peradaban baru dunia yang dipimpin oleh Indonesia"
"Jadi benar akan Kiamat ya Kiai? Apakah itu yang di maksud dengan tahun 2012?"
"Jangan mendahului Tuhan, nanti malah di batalkan"
"Lha ya itu maksud saya, Kiai, kengerian 2012 itu kita omong-omongkan terus supaya Tuhan tersinggung sehingga membatalkan. Cuma masalahnya bagaimana dengan hukum, keadilan dan keselarasan itu, Kiai?"
*_Bayi Lahir Putra Ibu Pertiwi_*
Kiai Alhamdulillah tidak langsung menjawab pertanyaan saya itu. Ia diam memandang saya, kemudian berkata sangat serius dan pelan:
"Alhamdulillah tolong jangan potong saya sampai selesai, ini kado cinta sakral kepada Gatra" kata beliau. "Alhamdulillah manusia dan bangsa Indonesiamu itu berasal dari gen unggul, sehingga mereka lebih besar dan lebih tinggi dari hukum, keadilan dan keselarasan. Bangsa Indonesia tinggal membolak-balik tangan, segala sesuatu bisa diubah dan diatur.
Sebentar lagi bayi Indonesia akan segera lahir. Ibu pertiwi yang akan melahirkan, bayi itu sekarang sudah mengalami "bukaan-2", kalau bukaan sudah sampai ke-10, bayi akan lahir. Bayi itu bisa merupakan hasil total refresing dari anak bungsu Ibu Pertiwi yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau bayi yang sama sekali baru.
Sangat tergetar hati saya menantikan kelahiran bayi itu, sebagaimana dulu air ketuban pecah pada 28 oktober 2008 kemudian lahir bayi pada 17 Agustus 1945 -- karena bangsa Indonesia tampaknya tergolong bangsa dengan peradaban tertua di muka bumi. Kalau bangsa Yahudi dan Arab yang sekarang menguasai keuangan dunia adalah keturunan kakek Ibrahim AS, bisa jadi Induk Bangsamu beberapa puluh atau ratus generasi sebelum itu.
Katakanlah mungkin sejak Javet alias Khawit atau Kawit putra Nuh AS, saudaranya Kan'nan, Hasyim, Habsyah dan Bustomah. Bangsa Indonesia bukan bangsa yang lahir tahun 1945, bangsa Indonesia adalah bangsa yang melahirkan Negara Indonesia 1945. Bangsa Indonesia sudah sangat teruji melewati peradaban Lemorian dan Atlantis, Astinapura dan Mahabharata, tidak sekedar meninggalkan jejak di Somalia, jerman, Uruguay atau Madagaskar, juga tak sekedar melahirkan Ajisaka, Keling, Kaliswara,
Kalakulilo, Kutai, Tarumanagara atau Salakanagara. Apalagi sekedar Singasari, Majapahit, Demak dan Mataram.
Berbagai kelompok generasi muda Indonesia saat ini sedang diam-diam melakukan penelitian dan eksplorasi sosial di kantung dan jaringan yang dunia media tidak memperhatikannya. Sebagian mereka sedang mempelajari situs-situs di dua pertiga bumi, dari Eropa, Amerika Latin, hingga Afrika, Cina, Rusia, terutama daratan luas dari yang sekarang di kenal sebagai jazirah Saudi hingga Irian Jaya, yang memaparkan sebagai
identifikasi tentang siapa bangsa Indonesia sesungguhnya, dan mereka mampu menjelaskan lebih detail dari produk-produk ilmiah yang sejauh ini ada.
Sebagian yang lain sedang menekuni fakta-fakta Replikasi Tuhan ke Manusia ke peradaban, untuk mengetahui lebih persis bentuk kehancuran yang sedang berlangsung menuju puncaknya pada Peradaban ummat manusia mutakhir. Mereka menguji dan mengkaji kembali apa yang sesungguhnya terselenggara sejak Revolusi Industri. Mereka sedang mencari garis sambung antara /low-tech, /replikasi jasad, dan hingga ke regulasi
Negara, /high-tech/ replikasi /system-logic/ otak, /automation assembly line/, prinsip digital, 0 dan 1, /real-number/ dan /imaginary-number/,/Boolean Logic/ dan /Fuzzy Logic/, 8% dan 92% wilayah fungsi otak, komputer yang secanggih-canggihnya namun tak sedikitpun mampu membaca kerinduan, amarah, penasaran, sedih atau gembira dan semua itu coba ditemukan konstekstualitasnya dengan informasi-informasi langit: bagan
struktur /misbah//zujajah/, sistem kerja dinamis /ruhullah, dzatullah,
sifatullah, jasadullah,//mahdloh/ dan fenomenologi kebudayaan /muamalah/.
Beruntunglah ummat manusia yang menghuni puncak Peradaban di abad 20-21 yang di temani oleh wahyu Tuhan. Sebelum era Nabi Musa mundur hingga Adam, ummat manusia mencari Tuhan sendiri dan merumuskannya sendiri, tanpa ada wacana firman. Kalian sekarang tinggal menghapalkan /Qul huwallohu Ahad/, 99 asma Allah, di tambah dua tiga ayat, langsung jadi Ustadz. Para ilmuwan tinggal buka Kitab Suci untuk menemukan karbon, pertemuan laut asin dan tawar, interaksi dinamis antara otak dengan hidayah, sumber pemahaman dasar matematika, fisika, biologi dan hipnotisme. Atau apapun saja. Anak-anak muda itu tidak mau bangsanya terpuruk tanpa berkesudahan. Dengan penelitian-penelitian itu langkah mereka ke depan adalah merumuskan dan meletakkan kembali dasar-dasar Ideologi Negara, Ideologi Pendidikan, Ideologi Informasi, Ideologi
Keagamaan, Ideologi Kebudayaan, Ideologi Ekonomi, Ideologi Hukum, bahkan Ideologi Pangan dan Kesejahteraan"......
(bersambung)=====>>>>
Emha Ainun Nadjib /- Kado Ulangtahun buat Gatra, 22 November 2009
(www.kenduricinta.com/PadhangmBulanNetDok)
Emas dan Tanah
6 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar