Rabu, 04 Maret 2009

Memang lidah tak bertulang, tak terbatas kata-kata…

Saat kita mulai rajin ikut sebuah kelompok pengajian (majelis taklim), jangan kaget bila suatu saat ada suara “Silahkan ikut pengajian, tapi jangan membentuk kelompok sendiri”. Itulah suara yang sepintas terkesan bijaksana, namun kenyataannya sering meruntuhkan niat seseorang, suara seperti itu sering membuat orang yang mulai rajin ikut pengajian jadi mundur, tidak jadi menuntut ilmu dan malas menambah wawasan. Seharusnya kita tetap istiqomah, sebelum berangkat tetapkan niat, “Bismillah, Ya Allah, sesungguhnya saya berniat baik, saya ingin menuntut ilmu….”. Langkahkan kaki dengan mantap. Insya Allah, selama perjalanan saja sudah merupakan syiar, dakwah, mengajak pada kebaikan, mengingatkan yang lalai, maka kalau sampai ada yang bisa membuat langkah kita surut, pulang ke rumah dan berhenti mengaji, urung menuntut ilmu, dan mandeg total, maka pastikan itu adalah ajakan syetan !.
Syetan akan senantiasa berdendang untuk melalaikan saat kita berusaha mendekat kepada Allah SWT. Dimana saja, kapan saja, kepada siapa saja.
Saat kita mulai belajar menyimak lantunan ayat-ayat Al Qur’an di rumah, baik lewat kaset/CD/VCD atau apa saja, jangan heran bila suatu saat ada yang bilang “Ah, kayak di masjid saja pakai ‘nyetel’ ayat suci segala”.
Saat kita mulai membiasakan memutar lagu-lagu islami, nasyid, qasidah atau sholawat, untuk membantu tercipta suasana islami di rumah. Jangan kaget bila tiba-tiba muncul komentar “Wah, lagi ada hajatan, nih ?”.

Saat kita berusaha selalu menyisihkan dana untuk infaq dan sedekah, jangan gusar bila tiba-tiba ada yang menyanyi “Ah, sok sosial amat sih ?!”.
Saat kita terbata-bata karena masih taraf belajar membaca Al Qur’an, tetaplah istiqomah bila tiba-tiba saja ada yang menukas “Ah, baca Qur’an saja masih kayak gitu, sudah gitu nggak enak lagi suaranya”.

Saat hati kita terketuk melihat penderitaan saudara-saudara muslim kita di daerah lain, atau di negara lain, sehingga muncul niat untuk membantu, jangan bingung bila tiba-tiba ada yang memberi ‘petuah’, “Ah, daerah/negara sendiri saja masih begini keadaannya, mengapa mesti mikiran yang jauh disana ?”.
Saat kita mulai belajar mendalami islam, jangan patah semangat bila tiba-tiba ada wejangan, “Mbok jangan fanatik begitu, biasa-biasa sajalah”.
Begitu banyak dan mudah contoh sehari-hari bisa ditemukan. Suatu kegiatan atau bahkan amalan yang sudah nyata-nyata kita pahami nilai kebaikannya, dan berpahala bila dikerjakan, akhirnya kita gugurkan begitu saja karena suara-suara yang menghembus-hembuskan keraguan dalam hati kita.

“Kita tidak bisa sesuci malaikat, sebenar malaikat, sebaik malaikat, tapi kita juga tak punya cita-cita untuk selaknat syetan, sedurhaka syetan dan segelap syetan. Malaikat itu makhluk statis, meskipun dia hadir atau diletakkan di tempat pelacuran, tempat perjudian, tempat minum-minum, tetap baik yang dia lakukan. Syetan juga makhluk statis, meskipun dia hadir di masjid, di kuil, di gereja, tetap jelek yang dia lakukan. Sementara kita di tengah-tengahnya.
Kita memiliki pilihan, dua kemungkinan untuk kita pilih. Menuju kebaikan atau menuju kebrengsekan”.
(Emha Ainun Nadjib/PadhangmBulanNetDok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar